Fakta di Balik Kebiasaan Memutar Lagu Berulang Kali



Apa kamu sempat senang sama satu lagu serta memutarnya dengan cara berkali-kali? Ini seringkali berlangsung kepadaku. Semasa beberapa hari atau serta beberapa minggu, aku–dengan suka hati–hanya akan dengarkan satu lagu yang betul-betul sedang saya gemari. Seperti saat ini, saya sedang benar-benar senang memutar lagu "Before You Go" punya Lewis Capaldi. Di account Spotify-ku, lagu ini serta telah menempati di tempat paling atas playlist "On Repeat".


Bermain Judi Bola Online Yang Sangat Menguntungkan Saya benar-benar nikmati peristiwa ini, tetapi rupanya beberapa orang di sekitarku tidak. Khususnya adikku yang tuturnya telah mulai jemu dengan kebiasaanku memutar "Before You Go" semasa beberapa hari. Lantas saya mulai teringat, sebetulnya ada apakah dengan otak manusia-manusia yang menyukai memutar satu lagu semasa beberapa hari? Serta boom, saya mendapatkan satu artikel di internet yang mengulas masalah ini.


Artikel itu dicatat oleh Alfred Maddox serta dimuat di situs sah Noisey Denmark. Faksi Noisey lakukan interviu dengan Peter Vuust, seorang musikus jazz sekaligus juga profesor dari The Royal Academy of Music, Denmark. Jawaban Peter berkaitan ini juga lumayan komplet serta gampang dimengerti. Minimal untukku yang benar-benar pemula masalah musik serta kepentingan otak manusia.


Menurut Peter Vuust, tanggapan seorang pada musik yang didengar itu ditata oleh seperti obat bius alami namanya Dopamin yang dibuat oleh kelenjar otak. Tidak bingung bila ada orang yang umum saja waktu dengarkan musik spesifik. Tetapi ada pula orang gyang suka, terharu, serta merinding waktu dengarkan musik yang serupa.


Begitupun sama orang yang hoby memutar lagu dengan cara berkali-kali. "Bermakna skema kerja Dopamin di otakmu memang semacam itu. Di titik itu, kamu dapat menjelaskan jika kamu mempunyai ketergantungan spesifik, seperti (ketergantungan) yang kita rasakan pada makanan," jawab Peter Vuust.


Peter selanjutnya memberi perumpamaan yang sudah dimengerti mengenai rutinitas ini. "Sama seperti seperti orang yang duduk dengan satu mangkuk penuh berisi permen atau kuasi. Ia tidak dapat stop mengonsumsi jajanan itu walau sebetulnya telah kenyang. Dampak sama dapat diakibatkan oleh musik. Kamu sebetulnya tidak perlu musik untuk bertahan hidup, tetapi alunan suara namanya musik itu sukses masuk ke titik rangsang otak kita," sambungnya.


Tetapi rutinitas ini akan stop sendirinya. Sebab akan ada saatnya sang pendengar mulai jemu dengan lagu yang telah diputarnya semasa beberapa hari. Saya sendiri alami babak ini. Menurut Peter, babak ini berlangsung sebab otak sang pendengar pada akhirnya memahami jika tidak lagi ada hal baru yang didapat dari lagu itu.


"Jika kamu dengarkan lagu berulang-kali, lagu itu akan masuk ke spektrum yang lain. Kita tidak memperoleh hal baru waktu mendengarkannya. Ini (skema repetisi) ialah suatu hal yang disikapi benar-benar peka oleh skema biologis manusia," jelas Peter. "Kemungkinan spektrum di otakmu bertambah luas dibandingkan seseorang. Hingga otakmu perlu waktu semakin lama untuk mengetahui jika tidak ada suatu hal yang baru dari lagu itu."


Fakta ini yang membuat seorang dapat dengar lagu yang serupa sekitar beberapa puluh atau beberapa ratus kali. Sedang seseorang kemungkinan cuma tahan mengulang-ulangnya tidak lebih dari 5 kali. "Karena itu kamu dapat dengar lagu yang serupa beberapa puluh kali, sesaat temanmu hanya kerasan mendesak replay optimal 5 kali," tegas Peter Vuust.


Saya benar-benar suka waktu mendapatkan artikel yang dicatat Alfred Maddox ini. Sebab karena artikel itu, pada akhirnya saya tahu fakta ilmiah dibalik kebiasaanku memutar lagu yang serupa semasa beberapa hari. Kemungkinan di luar sana banyak pula yang mempunyai rutinitas ini serta masih bertanya-tanya faktanya kenaa. Nah, mudah-mudahan tulisan ini dapat menjawab pertanyaan itu.


Popular posts from this blog

Clearer Skin Starts Here

The Importance & Benefits of Using Sunscreen

Important For Marketing Campaigns